Kamis, 01 Januari 2009

Les Miserables


Saya dipinjami Tya buku ini, hari dimana Pak Syam mengadakan acara buka puasa di rumahnya sebelum dia berangkat ke Australia. Itu sudah berselang tiga bulan saat saya, baru kemarin, tuntas membaca buku ini. Setelah membaca baris pertama di bab I saya yakin bahwa buku ini bukan fiksi semata. Bukan novel picisan sembarangan yang bisa dengan mudah dilupakan semenit setelah kita habis membacanya. Buku ini merupakan teriakan sang penulis pada kacauanya situasi sosial yang terjadi pada masanya, yang juga terjadi di masyarakat kita.

Les Miserables ditulis oleh penulis kenamaan, Victor Hugo, seorang penulis dan sastrawan asal Perancis yang karya-karyanya menjadi titik tolak terbesar bagi gerakan romantisme. Buku ini ditulis semasa pengasingannya di Pulau Guernsey. Awalnya novel ini diterbitkan sebanyak sepuluh jilid di Belgia dan Perancis dan meraih sukses yang luar biasa. Di Indonesia, cetakan pertamanya diterbitkan bulan Februari 2006 oleh Penerbit Bentang, yang juga menerbitkan tetralogi Laskar Pelangi.

Jean Valjean, sang tokoh utama, dihukum menjadi pekerja paksa di kapal selama 19 tahun karena HANYA mencuri sebongkah roti. Dia melarikan diri dan bertemu dengan Uskup Myriel yang telah memberinya pencerahan. Dia kemudian mengubah namanya menjadi Monsieur Madeleine dan menjadi walikota di sebuah kota kecil. Dia bertemu dengan Fantine, seorang gadis malang yang bekerja mati-matian untuk membiayai anaknya, Cosette, yang dititipkannya pada keluarga Thenardier yang (tak disangkanya)jahat. Inspektur Javert, yang mengetahui masa lalu Jean Valjean kemudian mengejarnya. Untuk menyelamatkan nyawa orang, Jean Valjean pun lalu menyerahkan diri dan dihukum seumur hidup. Namun untuk kedua kalinya, dia berhasil lolos dan mengadopsi Cosette. Selama belasan tahun dia mengasuh dan membesarkan Cosette di sebuah biara, mereka berdua pun bertemu Marius, pemuda yang lalu jatuh cinta pada Cosette. Lalu bagaimana kehidupan Jean Valjean selanjutnya? Akankah dia rela memberikan Cosette pada Marius?

Saat membaca buku ini, saya begitu terpana dengan kemalangan hidup yang terjadi pada hampir semua tokoh-tokohnya. Betul-betul yang membuat emosi kita bergejolak. Merasa sedih, marah,kasihan dan tersenyum bila ada sedikit kebahagiaan. Saya tersadar bahwa dalam dunia ini tidak hanya diisi oleh orang-orang yang bahagia dan menjalani kenyamanan hidup dalam rumah. Les Miserables benar-benar buku yang mampu menggambarkan emosi dan kekejaman hidup yang luar biasa, yang akhirnya, dengan rasa cinta yang begitu kuat, mampu mengobati segala-galanya.

Akhirnya, mengutip dari Hauteville House 1862, yang tercantum pada halaman awal buku ini:
Selama masih ada pengutukan sosial, dengan alasan hukum dan adat, yang saat berhadapan dengan peradaban secara artifisial menciptakan neraka di muka bumi dan merumitkan takdir ilahiah dengan ketidakabadian manusia; selama tiga masalah zaman kita tak terpecahkan-degradasi manusia karena kemiskinan,kehancuran perempuan karena kelaparan dan pengerdilan masa kanak-kanak karena kegelapan fisik dan spiritual; selama ketercekikan sosial masih mungkin terjadi di daerah-daerah tertentu; dengan kata lain, selama ketidakpedulian dan penderitaan tetap bercokol di muka bumi, buku-buku semacam ini masih selalu ada gunanya.

Have a nice reading!

0 komentar:

Posting Komentar