Jumat, 03 Januari 2014

Happy New Year 2014!

Selamat tahun baru para penghuni jagad raya sekalian alam semesta.

Adakah yang sudah menyusun resolusi di tahun ini? Atau ada yang masih juga mengingat-ingat kekalahannya di tahun lalu?

Apapun itu, mari bangkit bersama-sama dengan semangat dan harapan baru. Ayo mulai membangun mimpi-mimpi yang belum terlaksana di tahun-tahun sebelumnya dengan penuh keyakinan dan kerja keras.

Tahun ini saya sendiri akan beranjak ke umur 25 tahun. Saya sudah cukup umur untuk melakukan apapun. Saya sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan, memilih mana yang baik dan buruk untuk hidupku kelak.

Satu hal yang pasti adalah hidup itu kadangkala hanya menjalani pilihan-pilihan yang ada, atau yang kita buat. Memilih pekerjaan atau profesi tertentu kemudian memilih untuk kemudian quit the job. Memilih untuk berteman dengan orang tertentu, memilih untuk menjalin kasih dengan orang tertentu. Memilih untuk kembali pulang dari perjalanan jauh dari rumah.

Kita hidup dengan menjalani beberapa pilihan-pilihan itu. Kadang kita bertarung dengan orang luar. Tapi yang saya pelajari adalah, kita harus bertarung dan mengalahkan diri kita sendiri dulu agar bisa mengalahkan dunia.

Kalau ditanya, apa ada hal yang saya sesalkan dari tahun-tahun sebelumnya?
Saya dengan yakin akan menjawab, tak ada.
Kalimat "ada hikmah di setiap kesalahan, ada pelajaran di setiap perjalanan" memang terdengar klise.
Tapi itu memang benar.

Jika kita mau belajar, kita akan paham sendiri bagaimana hidup bekerja. Bagaimana Tuhan bekerja.

Karena kita tidak dibekali buku manual untuk menjalani hidup kita. Instead, kita dibekali Qur'an dan hadist sebagai penerang langkah dan petunjuk.

May your life will be filled with magic.

Sunshine





Minggu, 23 Juni 2013

Buku dan Jodoh

Setiap kali saya ke toko buku, entah Gramedia, Toko Buku Agung, Periplus, Kinokuniya, dan lain semacamnya, saya sering sekali diserang rasa panik di perut. Mungkin itu karena girang gembira. Mungkin juga karena nervous. Entah, sulit diterka juga penyebabnya. Yang jelas, saya suka melihat buku, membaca judul-judul buku, membaca sinopsis belakangnya dan saat menemukan buku yang kira-kira sangat bagus, saya akan menimbang-nimbang harga yang ada di bagian belakangnya.

Jarang sekali, saya jatuh hati pada satu buku. Saya termasuk pribadi yang sulit dibuat kagum. Saya sulit memilih best of the best. But once I fallen, it's hard to stop. Ini terjadi pada buku-buku karya Mitch Albom, J.K. Rowling dan Jostein Gaarder yang hampir seluruhnya saya baca. Sophie's Verden belum termasuk tapi.

Pernah suatu kali, saya telah menghabiskan 2,5 jam hanya mengelilingi rak-rak buku fiksi. Tak ada yang menarik, belum ada yang membangkitkan gairah untuk dipilih. Tak ada. Saat seperti itu saya seringkali kesal juga. Padahal ratusan koleksi buku tersedia tinggal dipilih. Toh semua buku pasti ada kebaikannya. Tapi kenapa tak ada yang menarik?

Kemudian, saya melihat buku "Pulang" karya Leila S.Chudori. Karyanya ini sudah sering saya baca komentarnya di Twitter. Saya tahu ini novel sejarah berlatar 1998, yang dibuat ringan dengan bumbu keluarga. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya mengambil buku itu. Lalu pulang membacanya sendiri di kosan.

Betapa bahagianya saya saat ternyata buku itu sesuai harapan.

Nasib yang sama juga terjadi pada "1Q84" karya Haruki Murakami. Saya tahu akan menyukai satu buku begitu membaca kalimat pertama pembukaan cerita. Dan saya langsung tahu pula bahwa saya akan menyukai buku karya penulis Jepang ini.

Mungkin, buku seperti jodoh.

Ia  tak diperoleh dalam satu kali pencarian di waktu singkat. Butuh berputar-putar dulu, butuh peneguhan dan keyakinan, pemantapan hati bahwa inilah yang saya akan suka.

Mungkin saja.



Sunshine



Selasa, 18 Juni 2013

Hello, Back!

Hellllo, I am back.
It's been like ages akhirnyaaaa saya kembali dengan susah payah mengingat password dan email yang terdaftar di blog ini.

Selama ini, saya aktif nge-blog di wordpress, as I announced before. Tapi blog ini juga terus terus saya buka, buat liat postingan baru teman-teman lain. Dan ternyata templatenya sudah kadaluarsa dan tampilannya jadi gak kece lagi.

So, because I really love this one like my old house, I fix it and tadaaa! new appearance!

Okelah, gak kece-kece banget seperti yang template yang kemarin, tapi well, at least sudah bisa kebaca tulisannya.

Saya gak janji bakal sering-sering update disini. Ini benar-benar blog kenangan, membukanya seperti membuka halaman hidup yang lama. Halaman yang kalau dibaca lagi, embarass and sweet moments come together, instantly. Ada beberapa tulisan yang dulu kalau dibaca akan melukai hati, tapi kalau dibaca sekarang, rasanya jadi lucu.

Update dari saya,
1. Saya sekarang kerja jadi reporter agama di salah satu media nasional.
2. I've been from China for a week for China-ASEAN Youth Program.
3. Yap, di blog wordpress, Brainwave masih jadi salah satu topik yang paling sering saya bahas. Padahal kita berdua udah lamaaa gak jalan bareng lagi.
4. Sekarang saya lagi baca Divortiare dan Twivortiare.
5. Kosan masih di Rawamangun, Jaktim. Kantor di Pejaten, Jaksel. Kalau kesana itu butuh 1,5 jam gak macet dan 4 jam kalau traffic parah.


Itu aja kali ya, ini mau lanjut ngurusin kerjaan yang belum kelar.


Sunshine

Selasa, 31 Januari 2012

Pindah

Tidak terasa saya sudah nge-blog hampir lima tahun terhitung sejak April 2008. Nampaknya saya butuh pindah 'rumah' baru dan saya sudah merencanakannya sejak akhir tahun lalu.

Dan inilah address blog saya yang baru, postingannya masih sedikit, tampilannya pun masih sederhana, tapi saya suka.

Saya agaknya memang butuh kepindahan ini, memulai sesuatu yang baru, memulai sesuatu yang lebih serius.


rianaanwar.wordpress.com

silakan berkunjung jika ada waktu.


Trims,
Sunshine

Minggu, 29 Januari 2012

Dear Tuhan,

Dear Tuhan,

Rasanya memang hati lah bagian terlemah dalam diri ini. Sungguh, mudah sekali ia berubah dan patah. Namun kadangkala, jika ia menjadi kuat, ia dapat melawan apapun.

Tapi ya Tuhan, hal itu tidak selalu terjadi...

Yang selalu terjadi adalah saya berusaha berpura-pura tak ada sesuatu yang salah, berusaha untuk bisa lupa bahwa semua akan baik-baik saja, mendiamkan hal-hal yang memerihkan hati. Tapi benarkah itu yang benar dilakukan? Bukankah dengan berpura-pura takkan menyelesaikan masalah? Bukankah berpura-pura takkan membuat masalah hilang?

Kenapa harus ada perasaan untuk membedakan manusia dari makhluk ciptaan-Mu yang lain, Tuhan?
Kenapa tidak cukup dengan akal pikiran saja?
Kenapa ada rindu dan jarak?

Kuatkanlah, ya Tuhan.
Hati ini.


Sunshine

I Wish You Were Here


NO you, but it's okay
NO friend, but it's alright
sebisa mungkin biasa kemana-mana sendiri,
mandiri dan tak menggantungkan diri


Sunshine

Hafalan Shalat Delisa


Hafalan Shalat Delisa



Awalnya saya sering menganggap remeh novel-novel bernafaskan Islam yang beredar di hampir di setiap sudut toko buku sekarang. Ceritanya tidak berbobot dan hanya meneruskan latah kesuksesan Ayat-Ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy.

Tapi kemudian, saya mulai membaca novel sejenis dari penulis yang berbeda-beda kemudian berubah pikiran.

Salah satunya adalah Hafalan Shalat Delisa yang ditulis oleh Tere-Liye tahun 2005 ini. Ceritanya benar-benar menggugah kalbu walaupun ditulis dengan kalimat yang sangat sederhana dan tidak melulu berisi ayat-ayat Al-Qur'an. Hanya saja, di novel setebal 248 halaman ini, saya berkali-kali membaca nama Allah yang membuat hati saya, entah mengapa, bergetar hingga meneteskan airmata.

Namanya Alisa Delisa, seorang anak perempuan berusia 6 tahun yang lincah dan manis. Dia anak bungsu dan memiliki tiga kakak perempuan. Mereka tinggal di Lok Nga bersama Ummi nya. Abi nya sendiri adalah seorang pelaut yang pulang sekali setiap tiga bulan.

Fokus cerita dalam novel ini adalah tentang Delisa yang berusaha keras untuk bisa menghafal bacaan shalatnya. Kemudian dilatarbelakangi oleh bencana tsunami di Aceh pada 2004 lalu.

Setiap buku memiliki pesan moralnya sendiri-sendiri dan hal itulah yang membedakan buku yang baik dan tidak. Novel yang sudah difilmkan ini mengajarkan kita tentang makna hidup dan kematian, ikhlas dan tulus dalam melakukan apapun, arti penting keluarga dan kebersamaan dan juga tentu bagaimana kita mencintai sesuatu/ seseorang karena Allah.

Novel ini juga membuat saya semakin yakin bahwa setiap kejadian adalah kehendak-Nya dan hanya Dia lah yang mengetahui segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini.

Ya Allah, sungguh, kami tidak pernah memiliki! Kami tidak pernah mempunyai! Engkau-lah yang Maha Memiliki. Engkau-lah yang Maha Mempunyai. Ya Allah, bahkan diri kami sendiri bukan milik kami!



Sunshine

Sabtu, 28 Januari 2012

Rika Rio

Rika menelpon Rio yang hanya menyapa halo. Saat itu memang sudah tengah malam dan Rika tahu itu. Rika juga sudah tahu Rio pasti sudah tidur. Rika hanya belum bisa mengerti kenapa Rio tak pernah menghubunginya sejak dia kembali dari Singapura dan saat Rika berinisiatif menghubunginya, kekasihnya itu hanya berkata halo, seakan tak ada sesuatu yang salah.

"Sudah tidur?" Rika mengawali percakapan.
"Iya..." Rio menjawab lemah.
"Mau lanjut tidur atau bisa mengobrol sebentar?"
"Saya ngantuk sekali, Rika. Cuma mau tidur..."
Rika terdiam. Ada jeda yang agak lama di pikirannya; apa dia harus memilih tetap memaksa Rio benar-benar sadar dan menjejalinya berbagai pertanyaan yang pasti sarat emosi atau membiarkan Rio melanjutkan tidurnya.
"Baiklah, tidurlah lagi. Sudah dulu..."
dan Rika langsung mengakhiri percakapannya.

Kepalanya sakit berdenyut-denyut aneh tapi dia tetap memaksa menelpon Rio. Dia ingin menuntaskan pertanyaan yang selalu meliputi hari-harinya belakangan: "Kenapa tak ada kabar?", "Apa yang Rio lakukan?", "Kenapa tak juga Rio menghubunginya?", "Apa sulitnya mengetik pesan singkat?"

Dan pertanyaan paling sering menghantuinya adalah, "Kenapa seakan-akan hanya dia yang bertanya-tanya?"

Tak ada jawaban dari pikirannya. Rika kemudian jatuh tertidur setelah hampir sejam memandang langit-langit kamarnya. Pikiran terakhir yang terlintas hanya, "Mungkin memang Rio sudah tak punya perasaan apapun lagi padanya..."

Jika memang seperti itu, Rika harus siap dengan resiko terburuk.

***

Noted

Men hate it when a woman tries to change him, you have to accept them for who they are, you cannot magically change them because you will just be disappointed at the end. The only reason they are going to change is if they want to change or circumstance forced them to.


-nigeriafilms.com

 

Kamis, 26 Januari 2012

The Girl With the Dragon Tattoo

The Girl With the Dragon Tattoo terbitan Vintage Books, NY.
The Girl With the Dragon Tattoo, ditulis oleh penulis asal Swedia, Stieg Larsson. Saya pertama kali melihat buku ini di Tucson, Arizona, pas program IELSP 2010 kemarin. Buku ini merupakan buku pertama dari Trilogi Blomkvist dan Salander dan menempati no.1 national bestseller untuk fiksi dengan thriller murder terbaik 2009.

Saya membeli buku ini di Tucson seharga $14.95. Bukunya bersampul kuning kehijauan dengan terbitan Vintage Books, New York. Saat sampai di Indonesia, saya mulai membacanya dan menyadari Englishnya agak sulit dipahami. Kemudian saya menemukan dan membeli edisi Bahasa Indonesia nya yang kurang dikenal di pasaran. Saya membelinya Oktober 2010.

Dan saya baru menyelesaikannya kemarin malam pukul 01.30.

Saya membacanya selama tiga hari berturut-turut dengan begitu bersemangat sebab filmnya sudah rilis dan sedang saya tunggu-tunggu muncul di bioskop Makassar. Ochank dan Noe juga sudah menamatkannya dan mereka bilang bukunya bagus sekali.


The Girl With the Dragon Tattoo versi Bahasa terbitan qanita, Mizan

Bagi saya, ini kali pertamanya saya membaca thriller pembunuhan yang sangat menakutkan, bahkan bisa dibilang keji. Lebih misteri dibanding cerita komik Conan. The Washington Post menilai buku ini dengan "wildly suspensful..an intelligent, ingeniously plotted, utterly engrossing thriller". Saya membacanya dan sangat mengagumi imajinasi penulis yang sangat "out of expectation" ini.

Jadi ceritanya berpusat pada kehidupan Mikael Blomkvist dalam mencari Harriet Vanger, yang telah menghilang selama 40 tahun. Harriet diduga dibunuh dan tugas Blomkvist lah untuk mencari tahu siapa dalang di balik semua ini. Dalam tugasnya, Blomkvist dibantu oleh Lisbeth Salander, seorang gadis punk asosial yang memiliki ingatan fotografis dan hacker yang andal. Berdua, mereka mengaitkan antara hilangnya Harriet dengan serangkaian pembunuhan berantai yang tak terpecahkan.

Seri kedua dari trilogi ini berjudul The Girl Who Played With Fire dan dilanjut dengan seri terakhir yaitu The Girl Who Kicked The Hornet's Nest. Sayangnya, Stieg Larsson meninggal pada 2004, shortly after he delivering script buku ketiga.

Cheers,
Sunshine

English yang Demikian Urgent

Otak ini sudah sedemikian berkarat karena tak pernah lagi dipakai speaking English day by day. Pas Bos minta saya bertelepon dengan kliennya di UK sana, maka speechless lah saya.

Ditambah lagi saya kurang mengerti dengan dunia internet marketing pada level advance, maka makin speechless lah saya.

Yang terngiang-ngiang di kepala setelah percakapan dengan klien Bos dari iprospect-UK tadi cuma, "Saya harap saya bisa berbicara dengan seseorang yang lebih mampu berbicara (in English tentunya) dengan saya nanti, kau tahu, berkomunikasi..."

mengatakannya pada mahasiswa lulusan ilmu komunikasi seperti saya, membuat hal itu semakin...well, you know, shocking.

walaupun begitu, dari segi prestasi, (ya, saya masih bisa melihat sisi positifnya) saya tadi bisa menjawab beberapa pertanyaan, dengan Bos mendampingi saya. Saya lebih bisa disebut translator dibanding jadi pembicara.

Padahal Bos sudah membekali saya dengan beberapa hal. Tapi, tak ada satupun yang ditanyakan Mark someone itu.

Well, I thought, yah, saya tidak bisa memenuhi harapan Bos untuk bisa berkomunikasi aktif dengan kliennya tadi. Walaupun begitu, proyek itu tetap bisa berjalan, sebab Bos lebih aktif ber G-talk dengan assistant Mark someone itu. Jadi jawaban-jawaban saya hanya sebagai pendukung dari jawaban Bos yang meyakinkan sebelumnya.

Jadi, yaah, pesan moralnya, kalian, siapapun yang membaca ini, if you want to go international, learn English! There's no choice. Hanya itu. Suka, tidak suka. Kalian harus bisa berbahasa Inggris. Pekerjaan apapun yang kalian impikan, pasti bisa kalian raih asal bisa berbahasa Inggris.



Love,
Sunshine

Rabu, 25 Januari 2012

Hidup

Kita melihat orang yang malang dan bersyukur kita tidak seperti mereka. Kita juga melihat orang yang nasibnya lebih beruntung dan berpikir kenapa kita tidak seperti mereka.

Hidup.

Rasanya selalu berpihak ke satu sisi namun menolak-bahkan untuk sekedar melirik- ke sisi lain.

Congratulation, dear.


Kemarin, 24 Januari 2012, Brainwave ujian skripsi. Untuk pertama kali setelah proses wisuda Desember lalu selesai, saya ke kampus lagi. Membantu tetek bengek urusan konsumsi ujiannya.
Brainwave mengangkat budaya Kajang ke dalam karya film dokumenter berjudul "Pasang ri Kajang". Sejauh yang saya tahu, ujiannya went well walaupun ada beberapa masukan dan tambahan dari penguji.
Scene yang paling bikin haru sekaligus malu-malu, pas saya masuk ke ruang ujian bersama Cals lain. Saat itu, salah satu dosen menggoda saya dengan mengatakan di skripsi Brainwave, dia menulis namaku di poin khusus. Semua Cals lain ikut-ikut tertawa. Dia menulis semacam, "untuk satu sosok wanita yang membantu, mendukung selama penyelesaian skripsi dan pengurusan berkas, Riana Dwi Resky". kind of that.

For me, it's your way to announce them that I'm your special one.

Tapi, bagian sedihnya, detik saat kau selesai dengan semua urusan ujianmu itu, kau langsung pergi, buru-buru ke Malino, untuk urusan workshop jurnalis "Bela Negara" selama 3 hari. and I miss you already, now.


Sunshine

Ruang

puisi oleh Sitok Srengenge

Aku ceruk cangkir yang membayangkan kau sebagai kopi di pagi hari,
lingkar kalung yang merindu jenjang lehermu,
lubang baju yang butuh merengkuh tubuh

Kau greonggang rahang yang mengulum kelu lidahku,
rongga dada yang menampung paru dan jantung
lurung urat biru yang mengaruskan deru darahku

Aku cekung cangkang yang menginginkan kau menjadi kerang,
lengkung langit andaikan kau gugusan planet,
luas lautan manakala kau pepunuk pulau

Kau bidang padang mengerang gersang jika aku bukan rimbun pohonan,
kitab yang mengutip kisah kesiapku kala pertama kuintip wajah kekasih,
manik mata yang mendekap dunia, kakus yang tulus menadah limbah

Aku rangkum rahim di mana kau dulu mukim, rentang tangan yang selalu
menjagamu, kubebaskan kau bergerak dan berbiak dalam diriku
Aku kosong abadi yang menghendaki kau sebagai isi

Aku penuh oleh kau yang tak membiarkanku menghampar hampa
Aku takjub pada hidup yang berdegup, cinta yang bergema

~~~~

Jumat, 13 Januari 2012

Sherlock Holmes, Brainwave!

Dear Brainwave,

Akhirnya tadi malam saya menuntaskan nonton Sherlock Holmes. Film yang dirilis pada 2009 itu saya tonton sendiri di kamar sepulang dari kantor dan baru kelar pukul sebelas malam.

Well, ingat tidak waktu kita berdua nonton Sherlock Holmes: A Game of Shadows 24 Desember tahun lalu di XXI MaRi?

Hari itu Sabtu dan Christmas Eve. MaRi-seperti pusat perbelanjaan lainnya- cukup ramai. Kau sempat heran dengan itu sampai kau sadar kalau besok itu hari Natal.

Ketika kita sampai di XXI, kita cukup lama berdiskusi film apa yang mau kita tonton. Akhirnya kita sepakat akan menonton... Mission Impossible 4: Ghost Protocol. Kali ini kau yang mengantri tiket.

Setelah membeli tiket, kau memberinya padaku. Kita lalu mencari tempat duduk sambil menunggu pemutarannya sekitar 30 menit lagi. Tiba-tiba saat ingin memasukkan tiket ke dalam tas, saya kemudian terkejut. Tiket yang kau beli bukan MI:4. Melainkan Sherlock Holmes 2: A Game of Shadows. Beda studio. Sama jam penayangan. Saya kemudian menunjukkan tiketnya padamu dengan ekspresi bertanya-tanya. Kau sadar dan ikut terkejut. Kau salah beli tiket. Saya kemudian tertawa, lebih tepat menertawaimu. Kau agak kecewa dan hanya berharap semoga filmnya tidak terlalu buruk. Mengingat kita berdua belum menonton seri pertamanya. Kita tak bisa menerka filmnya akan seperti apa.

Keluar studio, kita sepakat menilai film itu tidak terlalu bagus. Kita kecewa dengan karakter Sherlock Holmes yang sangat berbeda dengan karakter di novelnya. Kita kecewa dengan cara analisis Sherlock yang aneh. Kita kecewa dengan betapa tidak seriusnya Sherlock memecahkan kasus- karakter yang diperankan Robert Downey Jr yang kita tonton tadi semestinya bermain di film lain- memerankan peran lain selain Sherlock.

Saya lalu heran saat Tya dan Dini memberi apresiasi setinggi langit pada jilid kedua film itu. Padahal biasanya penilaian kami tentang film jarang berbeda. Dini dan Tya pun memintaku menonton seri pertamanya.

Dan tahu tidak Brainwave? Ternyata memang filmnya keren sekali. Penonton yang langsung menonton seri kedua tanpa menonton seri pertamanya, pasti dibawa bingung dengan penggambaran Guy Ritchie atas Sherlock Holmes. Setelah menonton seri pertamanya itu, semua karakter, cara analisis dan dan guyonan Sherlock menjadi masuk akal. Kedua filmnya pun menunjukkan pola yang hampir sama di bagian pembuka.

Love,
Sunshine