Rika menelpon Rio yang hanya menyapa halo. Saat itu memang sudah tengah malam dan Rika tahu itu. Rika juga sudah tahu Rio pasti sudah tidur. Rika hanya belum bisa mengerti kenapa Rio tak pernah menghubunginya sejak dia kembali dari Singapura dan saat Rika berinisiatif menghubunginya, kekasihnya itu hanya berkata halo, seakan tak ada sesuatu yang salah.
"Sudah tidur?" Rika mengawali percakapan.
"Iya..." Rio menjawab lemah.
"Mau lanjut tidur atau bisa mengobrol sebentar?"
"Saya ngantuk sekali, Rika. Cuma mau tidur..."
Rika terdiam. Ada jeda yang agak lama di pikirannya; apa dia harus memilih tetap memaksa Rio benar-benar sadar dan menjejalinya berbagai pertanyaan yang pasti sarat emosi atau membiarkan Rio melanjutkan tidurnya.
"Baiklah, tidurlah lagi. Sudah dulu..."
dan Rika langsung mengakhiri percakapannya.
Kepalanya sakit berdenyut-denyut aneh tapi dia tetap memaksa menelpon Rio. Dia ingin menuntaskan pertanyaan yang selalu meliputi hari-harinya belakangan: "Kenapa tak ada kabar?", "Apa yang Rio lakukan?", "Kenapa tak juga Rio menghubunginya?", "Apa sulitnya mengetik pesan singkat?"
Dan pertanyaan paling sering menghantuinya adalah, "Kenapa seakan-akan hanya dia yang bertanya-tanya?"
Tak ada jawaban dari pikirannya. Rika kemudian jatuh tertidur setelah hampir sejam memandang langit-langit kamarnya. Pikiran terakhir yang terlintas hanya, "Mungkin memang Rio sudah tak punya perasaan apapun lagi padanya..."
Jika memang seperti itu, Rika harus siap dengan resiko terburuk.
***
Sabtu, 28 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar