Sabtu, 23 Oktober 2010

Tentang Bintang



Tentang Bintang
:riana

bintang selalu diletakkan
begitu jauh dari jangkau.

apakah bintang akan padam
ketika aku sentuh? atau aku
akan terbakar? menurutmu?

aku selalu lebih suka malam
dibasahi hujan—kehangatan
perlahan tumbuh di tubuhku.

dan aku akan lebih leluasa
mengangankan matamu
lebih bintang, lebih dekat.

apakah matamu akan padam
ketika aku sentuh? atau aku
akan terkapar? menurutmu?

aku selalu lebih suka malam
dibasuhi hujan—keriangan
perlahan tambah di tabahku.

dan aku akan lebih terbiasa
menginginkan matamu
tetap bintang, tetap dekat.


from: aanmansyur.blogspot.com

Lost



Just because I'm losing
Doesn't mean I'm lost
Doesn't mean I'll stop
Doesn't mean I'm across

(Lost-Coldplay)

This night, I want to talk about LOST.

Baru-baru ini pulpen merk G-TEC seharga $2.80 yang saya beli di Changi Airport, Singapore, hilang entah kemana. Saya lupa menaruhnya dimana. Padahal saya suka sekali pulpen itu, warna hitam dan saya lapisi dengan pen-holder khas Kalimantan dari Habib.
Pulpen G-TEC itu saya beli sepasang. Satunya tinta hitam, yang hilang itu, dan satunya lagi, tinta biru. Pulpen biru itulah yang kini menemaniku di tiap-tiap lembar ujian dan di tiap-tiap kelas.
Saya pun segera melupakan pulpen G-TEC hitam itu walaupun sekali-sekali berpikir tentangnya.


SAYA kemudian, sambil menulis ini, mencoba mengingat-ingat, selain pulpen itu, saya telah kehilangan apa lagi.
..............

JAWABNYA: no more.

Lalu saya mengingat teman-temanku di Kosmik, satu persatu dan menyadari, saya masih lebih beruntung belum pernah merasakan kehilangan salah satu orangtua. ORANGTUA! HILANG! Membayangkannya pun tidak bisa. Saya ingat Tira, saat ayahnya meninggal, di pagi itu, dia datang ke rumah dengan niat menitipkan tugas kuliahnya padaku. Saat saya bertanya alasannya tidak ke kampus, dia menjawab ayahnya meninggal dan dia menangis dan kami berpelukan dan saya memintanya sabar. Sungguh, saya tidak tahu PERSIS apa yang dirasakannya.
Saya juga ingat Tya yang bapaknya meninggal karena sakit. Saya ingat pergi menjenguk bapaknya di rumah sakit beberapa kali bersama teman-teman lain. Saya juga ingat hari bapaknya meninggal. Tapi saya juga masih tidak tahu PERSIS bagaimana sedih hatinya.
Kemudian, entah di tahun ini, begitu banyak kabar kehilangan yang saya terima; Bapaknya Nd dan kemudian Neneknya Bwave....

I know one thing is for sure, that must be really PAINFUL.
Karena kehilangan sesuatu selalu menyisakan rasa perih, sakit dan sesal.

Saya pernah membaca kalimat seperti ini, "The most potential person who could hurt you is someone you really love.." Orang yang kau sayang itulah yang bisa menyakitimu.

Karena saat kalian kehilangan seseorang yang kalian sayangi sepenuh hati, kalian juga kehilangan CINTA dan KASIH SAYANG dari mereka. Dan menurut saya, HAL itulah yang paling menyakitkan dari losing someone we love. Kenyataan bahwa kita tidak bisa lagi berbagi kasih sayang dengan mereka.

HIDUP itu beginilah. Selalu ada waktu belajar, waktu memetik pelajaran, menarik hikmah, mencari kesimpulan. BELAJAR. Tidak sehari dua hari, pelajaran itu berlangsung seumur hidup, bertahap-tahap. Tidak semua orang mendapat ujian yang sama. dan kita tidak diberikan ujian yang tidak sesuai dengan kelas kita. semua punya porsi masing-masing.



Love,
Sunshine

Kamis, 21 Oktober 2010

blank. blink.

PICTURE 1




membuka-buka lagi album foto di facebook, "Sama Teman-Teman", menemukan banyak sekali foto lama. Ini salah satunya. Saya yang pake jilbab merah pink menghalau terik silau matahari, sedangkan Tya, asik sekali motret. Guess who's taking this picture? YEP. HIM.


PICTURE 2





Ini salah satu lagi foto dari album foto itu. Lokasi di salah satu SD daerah Antang, saya lupa SD apa namanya. Kita sedang take gambar Video Pembelajaran dan Rahma jadi Astradanya! Person who took this picture? WRONG, NOOOT HIM.

Senin, 11 Oktober 2010

miss MJ

Tadi malam, saya rindu berat pada Mas Jek.

Ingatan itu selalu muncul setiap saya melihat taksi berseliweran di jalan raya. Mengingat satu persatu kenangan waktu Mas Jek masih ada di Makassar.

Mas Jek. Nama aslinya Zakaria. Mami Papi bertemu dengannya setahun lalu, saat Papi dirawat inap di RS. Stella Maris. Mas Jek dan Papi sekamar. Waktu itu, Mami bercerita padaku bahwa Papi mendapat teman yang baik, gagah dan cerdas sekamar dengannya. Dia bekerja di Oriflame Makassar.

Saat pertama kali melihat Mas Jek, pikirku, dia memang gagah dan selalu tersenyum. Tubuhnya tinggi, kulit putih, rambut cepak dan benar-benar terawat. Umurnya sudah hampir tiga puluhan. Dia tidak punya keluarga di Makassar, maka saat dia masuk rumah sakit, Mami lah yang mengurusnya sambil mengurus Papi. Mas Jek sangat berterima kasih pada Mami, dan menganggapnya seperti orangtua sendiri.

Lalu Mas Jek dan Papi keluar dari rumah sakit dan tetap berhubungan. Hingga April 2010, Mas Jek dipindahtugaskan ke Denpasar. Dia dapat promosi di Oriflame cabang Denpasar.

Mas Jek seperti kakak laki-lakiku sendiri.

Saya ingat, Mami selalu membuatkannya makanan dan kue-kue lalu memintaku membawakan makanan dan kue-kue yang telah dibuatnya itu ke kantor Mas Jek. Waktu itu sudah malam, sekitar pukul sembilan. Saya berangkat ke kantornya dengan pete-pete. Pulangnya, dia mengantarku dengan taksi sampai ke rumah. Padahal jarak kantor ke rumahku itu jauh sekali, dan saya bisa pulang dengan pete-pete, tapi untuk alasan keamanan, dia mengantarku pulang.

Atau saat saya pulang dari study tour, saya datang ke kantornya untuk membeli parfum, maskara bening brand Oriflame. Dia menyuruhku duduk di kursi depan mejanya, dan dia lalu berkeliling rak-rak produk Oriflame memilihkan saya parfum. Dia menawarkan satu, saya tidak suka, dia mencarikan yang lain. Begitu terus sampai saya menemukan yang saya suka.

Atau saat saya ke kosannya menyerbu koleksi DVDs nya yang banyak. Film. Film. Film. Salah satu bahan pembicaraan yang membuat saya dan Mas Jek nyambung.

Atau, saat saya butuh uang untuk tes TOEFL, untuk daftar beasiswa IELSP ke Amerika, saya datang ke kantornya pagi-pagi. Dengan nekat, saya meminta tolong dipinjami uang. Mas Jek, tanpa pikir panjang, menyanggupi. Dia malah yang mendatangi kampusku dan membawakan uangnya padaku, dengan taksi. Mas Jek, dugaanku, tidak tahu naik pete-pete. Namun, semua sikapnya membuatku sangat terkesan.

Idul Fitri tahun lalu, Mas Jek menginap di rumah dan sholat Ied bersama keluarga kami. Yang saya ingat, setiap dia selesai mandi dan keluar dari kamar, wangi parfumnya menyeruak menyerbu seluruh sudut rumah. Wangi parfumnya manis sekali. Tapi saya sudah lupa seperti apa baunya.

Saya suka setiap kali Mas Jek tertawa saat ngobrol denganku.Saya suka saat kami duet di karaoke. Saya suka kalau dia menasehatiku layaknya dia kakak dan saya adik kesayangannya. Saya suka setiap dia membantuku menyebrang dan mengambil pete-pete depan kantornya.

Orang-orang masuk keluar dalam hidup kita. Mereka datang dan pergi, singgah sebentar di hati, lalu keluar. Ada yang meninggalkan jejak, bekas langkah dan kesan yang teramat dalam hingga sulit terlupakan. Mas Jek salah satunya. Dan saya sebal sekali saat tidak berucap goodbye padanya saat berangkat ke Denpasar. Kami benar-benar lost contact sekarang. Tak tahu bagaimana kabarnya. I hope we can meet again. I miss him so bad.


Love,
Sunshine

ordinary student

"Jadi kenapa, M, kita tidak bisa jadi seorang mahasiswi yang biasa-biasa saja?"

Pertanyaan itu terus menerus berkutat di kepalaku saat berada di atas pete-pete 07, di perjalanan pulang dari rumah Noe bersama Emma. Sudah pukul sepuluh malam.

"Maksudmu, Ri?"

"Maksudku, kenapa kita seperti ini? Pulang selarut ini? Kenapa kita tidak seperti mahasiswi biasa saja: kampus, kuliah, selesai kuliah, pulang ke rumah."

Emma, seingatku, hanya diam, karena saya terus menerus bicara. Saya mencoba menyelaraskan otak dan mulutku. Dua-duanya sulit sekali dibendung kalau sudah mulai bekerja.

"Kalau saya ingat-ingat lagi,Em. Saya ini, kerja di Astamedia, urus Sold Out Shop, bantu orang rumah jual Teh Poci di pasar kalau weekend. Semua itu sambil kuliah, yang alhamdulillah sejauh ini berjalan baik. Belum misalnya, kau, aktif di kepengurusan himpunan di jurusanmu, atau saya, di Kosmik. Maksudku, kenapa kita tidak BISA jadi mahasiswi yang BIASA-BIASA saja?"

"Karna kau GU..." GU, Gila Urusan. Emma menjawab sambil tertawa.

"Mungkin, iya, Em.."

"Tapi, misalnya lagi, saya bantu produksi Aliguka, atau saya, yang sudah pernah ke Amerika..., jauhnya itu, Em! Menurutku, semua itu sudah bukan mahasiswi yang biasa-biasa saja, toh, Em?"

Emma, seingatku, cuma mengangguk.

"Apa tujuannya, Em, kita mau begini?"

"Untuk mengasah keterampilan, Ri. Karna Sold Out ini, saya bisa sedikit-sedikit menjahit.."

Pikirku, cuma itukah? Gadis-gadis lain seumuran kami, sepantaran kami, sekeras ini juga kah pada hidup mereka? Apa sebenarnya tujuan kami MAU melakukan semua ini?

"Yang jelasnya, Em, setelah menikah, saya STOP semua ini. Jadi, mulai saat ini, sekarang ini hingga sarjana dan menikah, biar berjalan seperti ini dulu. Karna kalau sudah menikah, sepanjang waktu akan di rumah, urus rumah tangga, suami dan anak-anak!"

"Jelaslah, Ri..., kecuali suami mu izinkan kau kerja." Emma menjawab.

Saya mengangguk, lalu menyudahi percakapan ini. Kami sudah mau ganti pete-pete.

Senin, 04 Oktober 2010

Dina Oktaviani: Broken Heart Walking

I want to introduce you to:
DINA OKTAVIANI



dan buku kumpulan puisinya berjudul:
BROKEN HEART WALKING: HATI YANG PATAH BERJALAN.


Buku ini hadiah dari Kak Aan Mansyur, seorang penggila kata dan kalimat. Dia memberiku April 2010 dan buku ini lebih banyak menghabiskan waktunya mendekam di lemari buku ku, ketimbang saya baca berulang-ulang.

but these are my favorite:

"dadanya berdarah
hatinya tidak"
-jalan kecil menuju dina-

"now that night has become the past
which will not appear in our words
if we have to meet and chat
in my home-or yours
in the future"
-wedding anniversary-

"tak ada yang dapat sembunyi lagi
saat aku membuka pintu dan memasuki semesta
yang dengan takjub kita sebut rumah"
-trinitas-

"...but still I miss you
like a terrifying journey
of a train from town to town
which I could never stop

I try to write something
and pray for you
so that you can forgive
your love for me

but all the words
and beliefs
ran away from my solitude

-why should one's head be above the heart
that my frail breasts
cannot touch your ears
without lowering your face?"
-Inner Landscape-

Dina Oktaviani was born on October 11, 1985 in Lampung. At 21 she had her first book of poems published. This was Biografi Kehilangan (the Biography of Loss)

She is the author of como un sueno, a collection of short stories. Broken Heart Walking is her latest collection of poems.

*
Thanks for Kak Aan, a man who really loves words and sentences, for introducing me and let me into poems and its beauty. Mengingatkan waktu masih SMP, saat-saat saya menulis puisi dan cerita fantasi bersama Chank.

Teh Poci

First, I want to say SORRY karna belakangan ini saya jarang update dirimu lagi, Lukisan Mentari ku.

Sudah dua kali weekend ini, Sabtu Minggu, saya berjualan Teh Poci di Pasar Daya. Mengeruk-ngeruk rezeki dengan berkeliling menjajakan minuman teh manis dan dingin itu kepada pengunjung maupun penjual di sana.



Mungkin ini juga salah satu episode LIFE LESSON dalam hidup, betapa saya sadar bahwa HIDUP memang TAK MUDAH. Kita harus benar-benar pantang menyerah dan berusaha sekuat usaha dan daya upaya, mencurahkan keringat hanya untuk bertahan hidup. Memang kesannya berlebihan, tapi itulah yang saya rasakan.

Saat matahari sedang geramnya bersinar, kulit dan kepala rasanya terpanggang. Baki yang berisi enam gelas Teh Poci saya bawa keliling pelosok pasar sambil berteriak-teriak, "Teh Poci, Bu. Teh Poci,Pak? Adek?" Tiga ribu satu.."

Berkali-kali. Sambil sesekali menghapus keringat yang jatuh dari dahi dan kepala. Sambil menahan pegal di kaki dan tangan.

Terus menerus begitu, dari pukul sebelas pagi hingga lima sore. Saat ada pembeli, senangnya luar biasa, semangat terpompa lagi untuk kembali berjalan. Saat tak ada yang beli, kekecewaannya berkali-kali lipat.

Saat sudah waktunya pulang dan menghitung hasil hari itu, betapa bahagianya kalau mendapat dua ratus ribu rupiah. Mami juga merasa senang kita bisa dapat uang segitu, artinya esoknya sudah ada yang bisa dipakai beli makan dan ongkos sekolah anak-anaknya yang sejumlah 6 orang.


Love,
Sunshine