Senin, 04 Oktober 2010

Teh Poci

First, I want to say SORRY karna belakangan ini saya jarang update dirimu lagi, Lukisan Mentari ku.

Sudah dua kali weekend ini, Sabtu Minggu, saya berjualan Teh Poci di Pasar Daya. Mengeruk-ngeruk rezeki dengan berkeliling menjajakan minuman teh manis dan dingin itu kepada pengunjung maupun penjual di sana.



Mungkin ini juga salah satu episode LIFE LESSON dalam hidup, betapa saya sadar bahwa HIDUP memang TAK MUDAH. Kita harus benar-benar pantang menyerah dan berusaha sekuat usaha dan daya upaya, mencurahkan keringat hanya untuk bertahan hidup. Memang kesannya berlebihan, tapi itulah yang saya rasakan.

Saat matahari sedang geramnya bersinar, kulit dan kepala rasanya terpanggang. Baki yang berisi enam gelas Teh Poci saya bawa keliling pelosok pasar sambil berteriak-teriak, "Teh Poci, Bu. Teh Poci,Pak? Adek?" Tiga ribu satu.."

Berkali-kali. Sambil sesekali menghapus keringat yang jatuh dari dahi dan kepala. Sambil menahan pegal di kaki dan tangan.

Terus menerus begitu, dari pukul sebelas pagi hingga lima sore. Saat ada pembeli, senangnya luar biasa, semangat terpompa lagi untuk kembali berjalan. Saat tak ada yang beli, kekecewaannya berkali-kali lipat.

Saat sudah waktunya pulang dan menghitung hasil hari itu, betapa bahagianya kalau mendapat dua ratus ribu rupiah. Mami juga merasa senang kita bisa dapat uang segitu, artinya esoknya sudah ada yang bisa dipakai beli makan dan ongkos sekolah anak-anaknya yang sejumlah 6 orang.


Love,
Sunshine

2 komentar:

  1. ngerti sekali ri rasanyaaa hihi semangaattt! :D

    BalasHapus
  2. ajak2 nah... dekat ji rumahku dari daya... hahahahaha...

    BalasHapus