Selasa, 02 Desember 2008

my papi...


Saya memanggil bapak dengan panggilan Papi.
Saya mulai memanggilnya sejak saya bisa bicara, umur dua tahun mungkin. Saya tidak terlalu mengingat panggilan pertama itu meluncur dari bibir saya. Tapi jelas, yang saya panggil dengan sebutan Papi hanyalah bapak. Tidak ada laki-laki lain. Sewaktu kecil, Mami membeli dua gelas cangkir berwarna coklat yang masing-masing berukir sebuah tulisan. Mami mengatakan bahwa satu gelas itu bertuliskan Papi, yang artinya gelas cangkir itu milik bapak, dan yang lain bertuliskan Mami, yang artinya milik ibu. Sejak saat itulah saya mengerti bahwa panggilan Papi ditujukan kepada satu-satunya laki-laki dalam rumah kami, yaitu bapak.

Tentu saja saat SD, saya sering ditertawakan teman-teman dengan cara panggilan seperti itu. Saya juga merasa bingung dan sedikit malu. Namun, saat saya menanyakannya pada Mami, beliau hanya menjawab bahwa panggilan Mami-Papi itu hanya untuk orang-orang yang hebat dan kaya. Mungkin itu penjelasan yang paling mudah yang dapat kalian jelaskan pada anak kecil, tapi jawaban itu tidak membuatku merasa semakin lebih baik. Hingga kini, kalau menceritakan tentang keadaan orangtua di rumah, saya menggunakan Mama-Bapak, atau paling sering Pace-Mace. Bukannya Mami-Papi.

Nama lengkap Papi sederhana saja, ANWAR. That's it, tanpa embel-embel apapun. Papi hanyalah seorang tamatan SMA. Pada waktu dia berumur dua tahun, ayahnya meninggal dan tidak banyak kenangan yang dia bisa ingat tentang ayahnya. Sehingga pengaruh ibu sangat mengena dalam hidupnya. Papi tumbuh menjadi anak ibu yang manja, tidak mandiri dan tidak bisa berpikir banyak hal karena terlalu seringnya dimanjakan oleh ibunya yang menyayangi dia selaku anak bungsu laki-laki.Ibunya tidak menanamkan banyak ilmu agama dan akhlak kepada anaknya itu. Papi tumbuh dalam lingkungan yang kurang baik. Kelebihannya hanya satu dan yang paling istimewa, Papi sangat hormat dan patuh pada ibunya, dan ini sangat jarang didapat dari seorang anak laki-laki maupun laki-laki dewasa.

Mungkin karena itulah, Allah mengaruniakan Mami dalam hidupnya. Seorang wanita yang luar biasa dan sempurna dalam hidup Papi. Mami mungkin adalah satu-satunya wanita dalam hidup Papi. Papi hanya mengenal satu wanita, jatuh cinta padanya, dan menikah dengannya. Wanita yang sikap, sifat dan tingkah lakunya 180 derajat berbeda dari Papi. Mami dan Papi kini telah menikah selama lebih dari dua puluh tahun dan dikaruniai enam orang anak perempuan. Salute for my lovely parents, mereka berdua masih bisa menyekolahkan kami semua hingga sekarang, walaupun terpaan badai kehidupan seringkali datang pada kami sekeluarga, namun slowly but sure, kami berhasil melewatinya satu demi satu bersama-sama.

Diantara enam orang anak perempuan yang dimiliki Papi, hanya saya lah yang paling mirip secara fisik dengannya. Semua orang yang melihat kami, tanpa berpikir lagi mengatakan,"Weh, miripnya ini anak sama bapaknya..". Keuntungan juga bagi saya, karena jika saya datang ke kantor Papi, saya hanya perlu menunjukkan wajah, dan penjaga pintu kantor akan berkata, "Ada Bapakmu di dalam..". Tanpa ragu mempersilahkan saya masuk.

Papi termasuk pribadi yang pendiam. Termasuk pribadi yang gagasan-gagasannya sering masuk akal, tapi seringkali juga saya tidak bisa mengerti. Papi sangat menjaga keluarganya, sangat mencintai keluarganya lebih dari apapun di muka bumi. Lebih memilih orang lain menderita daripada keluarganya yang sengsara. Pelita hatinya kata Mami ada dua orang; Warni dan Tita. Saya bukan. Mungkin karena saya suka membantah dan menyangkal, atau apalah. Sedangkan Warni hanya membawa kebanggaan dan kebanggaan dalam hidupnya. Tapi Papi tetaplah Bapak saya, laki-laki martabat keluarga saya, pelindung keluarga saya, dan peneduh hati saya. Saya hanya berharap Papi bisa jadi lebih baik lagi dari waktu ke waktu.

-sunshine only-

0 komentar:

Posting Komentar