Rabu, 10 Maret 2010

Rumah Baruga

Saya mengingatnya sudah seperti mimpi. Mimpi tiga tahun yang lalu. Bukannya apa-apa. Rumah Baruga dengan magis dan tiba-tiba, memperkenalkan dan membuatku jatuh hati pada JURNALISTIK. Sampai sekarang.

Mungkin hanya segelintir orang yang tahu bahwa tujuan awal saya memilih komunikasi sebagai program studi adalah karena saya ingin sekali menjadi seorang Public Relations yang andal. Seorang wanita dengan pakaian kantor lengkap yang akan membuatnya terlihat begitu mengagumkan. Dengan kemampuan bernegosiasi dan keterampilannya dalam membuat orang terpikat pada apapun yang disarankannya. Seorang PR yang cerdas luar dalam.

Setelah itu tujuan awal kemudian berbalik arah.

Salahkan Kak Darma. Atau Kak Dwi. Atau Kak Ema. Atau Kak Sari. Atau Kak Ridho, Kak Rahe, Kak Yusran, Kak Cokke' dan semua senior-senior hebat yang saya kenal sejak ber-Kosmik. Sejak masuk ke dalam Rumah Baruga. Atau sebelum itu.

Mereka tidak memamerkan apapun. Mereka hanya bercerita kepada kami, kepada 23 orang yang lulus dan berhasil masuk ke dalam Rumah Baruga. Pra-Timeliness di pelataran kampus hingga Timeliness di Pangkep. Mereka lah yang kemudian menyihir kami dengan kecerdasan dan sebuah penawaran yang sangat menggiurkan untuk saya dan mungkin untuk ke-22 teman saya : PENGETAHUAN.

Tak ada penawaran yang lebih besar lagi lain selain itu.

Dan jika kau sudah jatuh cinta pada sesuatu, maka apapun rintangannya, seberat apapun cobaannya, kau akan terus maju. Karena kau tak bisa melepaskannya. Bahkan melupakannya pun tidak.

Mereka juga menawarkan sebuah rumah. Dimana tak ada sekat dan dinding dalam rumah itu. Dimana semua kita adalah saudara. Terlepas dari sekat-sekat angkatan yang terlalu sering membelenggu adik-adik junior pada kakak-kakak seniornya. Kami hanya perlu saling menghargai dan menghormati. Karena begitulah perlakuanmu pada keluargamu.

Kemudian, buku-buku.
Yang selalu membuat saya merasa semakin bodoh tiap hari tanpanya. Saya akan merasa sangat malu bila belum membaca The Alchemist nya Paulo Coelho, Tuesday With Morrie nya Mitch Albom, Gadis Jeruk nya Jostein Gaarder dan atau Vademekum Wartawan.

Saya tersenyum sendiri kalau mengingat lagi saat itu.

Mungkin mereka sudah jarang lagi berkunjung ke Rumah Baruga, bertemu adik-adik baru mereka. Dimana tanggung jawab untuk membuat mereka jatuh cinta pada JURNALISTIK kini ada di tangan kami. Karena inilah waktu kami. Namun, kami belum bisa mengadakan hal itu sebaik yang mereka adakan dulu pada kami.

Sayang sekali, karena saya tidak bisa melakukan apapun selain menulis. Mungkin sudah agak terlambat. Tapi saya berharap sekali usaha kecil ini menumbuhkan sedikit rasa untuk sekedar menengok ke dalam Rumah Baruga. Terutama bagi adik-adik kami yang baru.

Karena tak akan ada yang peduli pada sebuah rumah selain penghuni rumahnya. Walaupun ada, mungkin tak akan sebesar kepedulian dari penghuni rumah itu sendiri.


-Ri

0 komentar:

Posting Komentar