Selasa, 18 Oktober 2011

Langit

Langit itu atap dunia, Ri. Beberapa orang percaya disanalah tempat tinggal Tuhan, seperti setiap kali mereka berkata sambil menunjuk ke atas langit, "Itu sudah kehendak Yang Di Atas..."
***

"Lihat, Sayang! Awannya mirip badut!" kau menunjuk ke langit saat berada di boncengan belakang motorku.
"Ah, masa? Menurutku lebih mirip eskrim"
"Mana ada? Awannya lebih mirip badut nah!"
"Tidak, lebih mirip eskrim..."
"Badut.."
"Eskrim..."
Rasanya ada lima belas menit kita beradu pendapat tentang bentuk awan di langit sampai kau sadar aku hanya berniat mengganggumu.
***

Langit tersiksa dan menderita karena polusi udara dari bumi. Ia pasti sudah seringkali meminta pada Yang Maha Kuasa untuk menguatkan dirinya agar bisa menanggung segala beban bumi. Maka semakin cerah ia, semakin kecil tanggungannya. Semakin gelap ia, semakin berat pula tanggungannya. Ia melindungi bumi tapi manusia malah tidak peduli padanya. Ia memang sudah pantas marah. Langit memang sudah pantas meledak. Tinggal tunggu waktu saja.
***

"Bu Guru, kenapa langit berwarna biru?" Suatu hari Gita bertanya padaku pertanyaan sederhana itu. Aku tersenyum. Bagaimana aku harus menjelaskan fenomena alam pada anak berumur enam tahun?
"Itu karena warna biru adalah warna kesukaan Tuhan, Gita..."
"Oooh..." Gita mengangguk. "Kenapa Tuhan suka warna biru, Bu?"
Aku sadar takkan bisa lepas dari pertanyaan berputarnya ini hingga sejam ke depan. Dan kelak suatu saat, Gita akan tahu sendiri betapa jawabanku ini tidak bisa dipertanggungjawabkan.
***

#16

0 komentar:

Posting Komentar