~postingan bersambung~
|
my GIRLS (Tya ke Jakarta) |
Saya sering sekali menghabiskan waktu bersama enam perempuan ini: Dini, Anita, Isti, Tya, Ira dan Rahma.
Kami tidak punya nama geng. Mungkin kami merasa repot sendiri jika ingin melabeli dan menamakan 'KAMI' ini. Pernah Rahma menamakan kami
Keluarga Cuaca. Tapi nama itu terkesan tidak diakui oleh hampir sebagian besar anggota. Jadi, kami pun menyerah dengan 'mencari nama'.
Diantara kami bertujuh, sampai tulisan ini dibuat, baru Anita dan Dini yang lepas dari beban tugas akhir sebagai mahasiswa. Sedangkan lima lainnya termasuk saya, masih berusaha menuntaskan skripsi hingga akhir tahun ini.
Saya tidak tahu bagaimana awalnya hingga enam perempuan ini menghiasi rupa-rupa dunia kampusku selama 4 tahun lebih. Yang saya ingat, saya sudah beberapa kali dekat dengan beberapa teman Calisto7 lain. Mulai dari awal masuk menjadi mahasiswa baru, masuk ke tahun kedua, ketiga hingga sekarang. Pada akhirnya, seperti sudah ditakdirkan, bersama enam orang inilah saya merasa nyaman dan benar-benar merasa diterima apa adanya.
|
Anita and Me :) |
Anita Kusuma Wardana. Dipanggil Anita. Dari luar tampak sarkastik dan antagonis. Dia temanku yang paling bisa diandalkan masalah akademik. Dia itu buku teks berjalan. Percayalah, kawan. Kak Riza bahkan mengakui hal itu. Dia pengamat dan pendengar yang baik. Dia juga indo' botting yang lihai. Intinya tanpa Anita, kami akan kehilangan arah dan tak tahu mau bertanya kemana.
Muttya Keteng Pangerang. Dipanggil Tya, walaupun teman-teman lain sering memanggilnya Keteng. Tya itu perempuan yang 'subhanallah' sabarnya. Badannya yang besar dan wajahnya yang kecil sering mengingatkanku pada tokoh Po dalam Kungfu Panda. Tya itu keren. Dia tahu buku-buku bagus, lagu-lagu hits, film-film yang booming dan tidak. Selera designnya simple sama dengan selera fashionnya. Tya itu pendengar yang baik, melebihi Anita, tidak ada yang ragu akan hal itu. Tya itu jenis teman yang akan selalu setia berada disampingmu saat kau butuh. Jenis teman langka yang jarang ditemukan oleh orang seperti saya. Pokoknya, tanpa Tya, saya tidak tahu lagi mau meminta pendapat ke siapa, curhat ke siapa, minta ditemani kemana-mana dengan siapa.
|
Dini and Me sitting at corridor |
Dini Imanwaty Awal. Dipanggil Dini atau Dindong. Karakternya agak mirip saya. Anehnya sama, galaunya sama, kritisnya juga sama. Hobi kami sama kecuali dalam hal sepak bola. Dini seorang Milanisti sejati, penggemar No.1 Kaka. Dini, tidak seperti saya, merupakan perempuan yang tangguh. Jika dia sudah bertekad, dia akan berusaha menuntaskannya. Dia juga seorang yang punya visi dan misi yang pasti. Well-organized. Tanpa Dini, saya tidak akan menemukan orang yang suka mengkritisi saya, tidak akan menemukan teman bercerita dan berimajinasi.