Rabu, 21 Juli 2010

Get Well Soon, Bib.




Oh Gosh,

Habib drop. Tadi malam sekitar pukul 01.30 am dia pingsan di kamarnya. Semua teman-teman yang masih belum tidur datang melihat, termasuk saya. Saat datang ke kamarnya, dia setengah mati menahan sakit di perut, kaki nya mengeras, dingin. Saya, Maria, dan Yeyen memeganginya sambil memberi kata-kata "sabar, Bib".

Saya khawatir sekali. Yudi dan Sakti memanggil taksi. Setelah 15 menit, taksinya datang. Habib digotong keluar kamar menuju gerbang apartemen. Saya lari mengambil sandal dan jaket kesayangan sahabatku itu, entahlah, saya ingin ada sesuatu yang menguatkan dia kemana-mana.

Supirnya menolak mengantar ke rumah sakit. Alih-alih, dia menghubungi 911 dan menghabiskan hampir lima belas menit lagi bicara dengan entah siapa 911 itu. Habib sudah di dalam taksi, menahan sakit luar biasa, dan masih ditanya, "Is he still breathing?". Amerika benar-benar payah. Sumpah, payah sekali.

Lalu dari kejauhan, sirene alarm ambulance berbunyi. Mobil besar mengangkut tim medis yang berpakaian seragam dan membawa peralatan entah apa. Mereka lalu mengerubungi Habib yang masih di dalam taksi, memeriksa dan melemparkan pada kami pertanyaan-pertanyaan. Beberapa menit kemudian, mereka memberitahu bahwa Habib akan dibawa ke UMC-University Medical Centre, dekat Speedway.

Ika yang ikut di mobil ambulance. Saya, Wiwid, Yudi, Sakti dan Firman mengikuti dengan taksi dari belakang.

Sampai di UMC, saya melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 02.00 am. Kami diminta menunggu di lobi.

Lima belas menit kemudian, petugas sosial, Melissa, datang dan mencari Yudi. Katanya Habib panggil namanya terus. Melissa lalu bertanya padanya tentang apa yang sebenarnya terjadi, kira-kira apa penyebabnya. Yudi menjawab dan menceritakan detail nya. Melissa mengerti dan berkata kami tidak usah khawatir, Habib sedang diurus dokter.

Kami menunggu hampir dua jam lebih di lobi yang dinginnya amit-amit. Kami berusaha untuk terlelap beberapa menit. Pukul 04.30 am, perawat datang dan membolehkan kami masuk melihat Habib. Firman dan Sakti giliran pertama. Dua puluh menit kemudian mereka kembali, lalu Yudi dan Ika masuk. Tiga puluh menit kemudian, mereka kembali. Wiwid masuk lebih dulu, lima menit kemudian saya menyusul.

Ruangan emergency tempat Habib dirawat penuh dengan alat-alat medis yang hanya saya lihat di film-film Hollywood. Komputer ada tiga tersebar di sudut-sudut ruangan. Ada rak besar penuh dengan map-map dan pakaian operasi. Cahaya nya redup. Ada gorden berwarna krem yang menjadi pintu. Wiwid sudah di dalam, kedengarannya menasehati Habib. Saya tidak bisa menangkap apa yang dikatakannya.

Habib di infus. Badannya penuh stiker yang ada kabelnya. Di telunjuk tangan kanannya di grip dengan entah apa yang ujungnya berwarna merah. Dia terbaring lemah dan tidak bisa banyak bicara.

Wiwid dan saya berusaha membuatnya nyaman. Kami bahkan membicarakan tentang biaya perawatan disana. Berapa harga tiap stiker yang ada ditempel di badannya. Berapa harga infusnya, berapa biaya dokter, berapa biaya suntik, dsb. Alhamdulillah, Habib tertawa dan membuat saya berpikir, dia sudah tidak apa-apa.

Pukul 06.20 am, setelah memutuskan Ika lah yang menjaga Habib di UMC, kami pulang ke apartment. Yudi harus ke kampus. Saya dan Wiwid memutuskan hari ini tidak ke kampus. Kami ingin istirahat saja di kamar.

Hari ini, Tucson berbeda. Itu saja. Mungkin bukan Tucson yang berbeda. Mungkin Tucson masih sama. Pagi nya sama. Saya saja yang memandang berbeda.

Habib Rahman, cepat sembuh ya..


Love,
Sunshine


0 komentar:

Posting Komentar