Minggu, 16 November 2008

A Man Who Was a Superman.


A Man Who Was a Superman.

Film ini ceritanya kira-kira begini.
Ada seorang laki-laki yang menganggap dirinya superman. Di kota, kerjaannya hanya menolong orang lain. Membantu nenek-nenek menyeberang jalan, mengejar pencuri , menjaga ketertiban lalu lintas dll. Nah, kegiatannya ini lalu menarik perhatian seorang wartawan TV cewek yang lalu mengikuti semua kegiatannya sehari-hari. Saat itulah, cewek itu 'mengenal' dengan baik laki-laki misterius ini.

Pesan yang saya bisa tarik dari film ini

Masing-masing dalam diri kita menyimpan kekuatan dan kemampuan untuk menolong orang lain. Lalu, apa yang membuat kita tidak melakukannya? Karena para penjahat meletakkan kryptonite dalam kepala kita. Hal itu membuat kita lupa siapa diri kita dan seberapa besar kekuatan luar biasa yang kita miliki.
Padahal sebenarnya, kita akan merasa lebih baik jika menolong orang lain, menyebabkan endorphin keluar, dan kryptonite dalam kepala kita melemah hingga dia akan keluar dengan sendirinya.
Bagi beberapa orang, kryptonite-kryptonite itu masih tersimpan dalam kepalanya, beberapa orang kryptonite nya telah keluar bersamaan dengan diri mereka yang sebenarnya. The truth is, we are all superman. We just don't remember yet. We just don't realize yet, we need to help much more then you can see that you can open all iron doors by small key, not by super power.

Kita menyangka hanya beberapa orang saja yang diberi kekuatan dan keberanian yang lebih dibanding kekuatan dan keberanian yang kita punya. Therefore, we call it hero. Heroes are the people who can done what we couldn't do by power and by brave that we all don't have. Padahal kita sebenarnya punya kekuatan itu. Punya keberanian itu. Lalu apa yang membuatmu merasa hanya orang-orang terpilih (heroes) yang diberi kekuatan dan keberanian lebih? Kita semua punya, hanya saja kita belum menyadarinya lagi.

0 komentar:

Posting Komentar