Malam ini, entah mengapa, setelah Brainwave mengantarku pulang, saya merasakan keletihan yang luar biasa. Tidak hanya fisik ku, tidak. Letih sesungguhnya saya rasakan dari dalam. Psikis. Perasaan. Pikiran. Saya merasa sangat lelah.
Saya pikir mungkin saya hanya butuh asupan nutrisi, karena perutku tidak terisi makanan yang sesungguhnya hingga hampir sembilan jam.
Jadi setelah memakai piyama saya lalu ke meja makan dan menemukan Mami sedang makan malam sendirian. Saat itu jam setengah sepuluh. Meja makan yang saya kira kosong ternyata malah menyisakan banyak sekali makanan yang hampir membuatku kehilangan selera. Rawon, ayam goreng, mie goreng, tempe goreng, telur rebus, kerupuk dan nasi. Mami bilang saya harus coba rawon buatannya.
Jadi saya mencobanya dan ternyata memang enak. Tapi tetap saja, belum membuat semangatku kembali.
Padahal seharusnya malam ini, malam dimana Yusuf terpilih menjadi Ketua Kosmik yang baru, saya harusnya merasa bersemangat dan bersyukur.
Kadang-kadang, jika saya merasa lelah seperti ini, perasaanku menjadi lebih melankolis, lebih sensitif. That's why setelah merapikan meja makan, saya lalu pergi ke kamar Papi Mami. Disitu saya lihat Papi sudah tidur. Beliau masih memakai kopiah putihnya. Beliau memakai kaos Kick Andy hijau tua yang kuberikan padanya setahun yang lalu dan sarung merah kotak-kotak. Papi menyadari kehadiranku dan terbangun. Saya menyapanya dan menanyakan keadaannya. "Kenapaki, Pa?", "Sudah meki makan?". Tak ada satupun dijawabnya dengan sebuah kata. Dia hanya melenguh lemah.
Lalu hal yang sangat jarang saya lakukan, tiba-tiba saya lakukan. Saya berbaring disamping beliau dan memeluknya. Memeluk Papi. Dan menangis tanpa suara.
Saya memang sayang pada laki-laki yang satu ini. Tanpa pamrih.
Saya memang anak Papi. Anak nomer satunya. Tidak ada yang akan membantah hal itu, apalagi jika sudah melihat wajahku dan wajah Papi yang seperti fotokopian.
Saat melihat kaos yang dipakainya malam itu, saya tersadar satu hal. Saya selalu memberikan kaos-kaos kebesaranku pada Papi. Tapi ternyata bukan hanya dia. Saya juga memberikan kaos-kaos pada Brainwave. Brainwave, my very first man. Papi, my very first figure of man.
Dan saya menyayangi kedua laki-laki ini, sungguh. Tanpa pamrih.
*sunshine*
[knapa nda ada simbol matahari di keyboard. Knapa cuma ada bintang dan pagar]
Saya pikir mungkin saya hanya butuh asupan nutrisi, karena perutku tidak terisi makanan yang sesungguhnya hingga hampir sembilan jam.
Jadi setelah memakai piyama saya lalu ke meja makan dan menemukan Mami sedang makan malam sendirian. Saat itu jam setengah sepuluh. Meja makan yang saya kira kosong ternyata malah menyisakan banyak sekali makanan yang hampir membuatku kehilangan selera. Rawon, ayam goreng, mie goreng, tempe goreng, telur rebus, kerupuk dan nasi. Mami bilang saya harus coba rawon buatannya.
Jadi saya mencobanya dan ternyata memang enak. Tapi tetap saja, belum membuat semangatku kembali.
Padahal seharusnya malam ini, malam dimana Yusuf terpilih menjadi Ketua Kosmik yang baru, saya harusnya merasa bersemangat dan bersyukur.
Kadang-kadang, jika saya merasa lelah seperti ini, perasaanku menjadi lebih melankolis, lebih sensitif. That's why setelah merapikan meja makan, saya lalu pergi ke kamar Papi Mami. Disitu saya lihat Papi sudah tidur. Beliau masih memakai kopiah putihnya. Beliau memakai kaos Kick Andy hijau tua yang kuberikan padanya setahun yang lalu dan sarung merah kotak-kotak. Papi menyadari kehadiranku dan terbangun. Saya menyapanya dan menanyakan keadaannya. "Kenapaki, Pa?", "Sudah meki makan?". Tak ada satupun dijawabnya dengan sebuah kata. Dia hanya melenguh lemah.
Lalu hal yang sangat jarang saya lakukan, tiba-tiba saya lakukan. Saya berbaring disamping beliau dan memeluknya. Memeluk Papi. Dan menangis tanpa suara.
Saya memang sayang pada laki-laki yang satu ini. Tanpa pamrih.
Saya memang anak Papi. Anak nomer satunya. Tidak ada yang akan membantah hal itu, apalagi jika sudah melihat wajahku dan wajah Papi yang seperti fotokopian.
Saat melihat kaos yang dipakainya malam itu, saya tersadar satu hal. Saya selalu memberikan kaos-kaos kebesaranku pada Papi. Tapi ternyata bukan hanya dia. Saya juga memberikan kaos-kaos pada Brainwave. Brainwave, my very first man. Papi, my very first figure of man.
Dan saya menyayangi kedua laki-laki ini, sungguh. Tanpa pamrih.
*sunshine*
0 komentar:
Posting Komentar