Senin, 27 Oktober 2008

Tuesdays with Morrie


kalau tidak bertemu Tya, mungkin bacaan saya tidak akan berkembang. Itu-itu saja, tak akan pernah ke Bibli sewa buku, dan begitu-begitu saja. Siapa yang akan meminjamkan buku kalau bukan dia? Dini, Tya lah yang paling sering pinjamkan buku-buku mereka ke saya. Salah satunya buku ini, Tuedays with Morrie. Buku yang ditulis oleh Mitch Albom, sebuah kisah nyata yang benar-benar inspiratif.

Words from Tuesday With Morrie: (mungkin kalian akan tahu seperti apa buku ini jika membacanya)

"Begitu banyak orang menjalani hidup mereka tanpa makna sama sekali. Mereka seperti separuh terlelap, bahkan meskipun mereka sedang sibuk mengerjakan sesuatu yang menurut mereka penting. Ini karena mereka memburu sasaran-sasaran yang salah. Satu-satunya cara agar hidup ini menjadi bermakna adalah mengabdikan diri bagi masyarakat di sekitar kita, dan mengabdikan diri untuk menciptakan sesuatu yang memberi kita tujuan serta makna."

"Cinta yang menang. Cinta selalu menang."

The tension of opposites:
"Hidup ini merupakan rangkaian peristiwa menarik dan mengulur. Suatu saat kita ingin mengerjakan satu hal, padahal kita perlu mengerjakan sesuatu yang lain. Ada sesuatu yang membuat kita sakit, namun kita tahu bahwa seharusnya tidak demikian. Kita menerima hal-hal tertentu secara begitu saja, bahkan meskipun kita tahu bahwa seharusnya kita tidak pernah menikmati sesuatu secara cuma-cuma."

"Aku tertegun menyaksikan betapa mudah segala sesuatu berlanjut meski tanpa aku"


"Yang paling penting dalam hidup adalah belajar cara memberikan cinta kita, dan membiarkan cinta itu datang.."

"Cinta adalah satu-satunya perbuatan yang rasional"


"Kadang-kadang kita tak boleh percaya pada apa yang kita lihat,kita harus percaya pada apa yang kita rasakan. Dan jika kita ingin orang lain percaya kepada kita, kita harus merasa bahwa kita dapat mempercayai mereka juga- bahkan meskipun kita sedang dalam kegelapan. Bahkan ketika kita sedang terjatuh.

"Kita semua memerlukan guru dalam hidup kita"

Rabu, 22 Oktober 2008

Berawal dari sore itu saja...

Berawal dari sore itu saja, saya dapat banyak pengalaman dan pertemuan baru...

Alhamdulillah..

Finally acara peluncuran buku almarhum dosen saya, Bpk Mansyur Semma selesai juga hari ini. Syukur ya Allah!
Istri almarhum, Ibu Arfah Tjolleng, tak henti-hentinya menangis haru di sepanjang acara. Bagaimana tidak? Yang dibicarakan di sepanjang acara juga adalah kekasih hatinya, yang telah meninggalkan dirinya dengan keempat anaknya yang masih sekolah, yang istilah kata belum mandiri lah. Beliau juga tidak henti-hentinya berterima kasih kepada kami, seluruh panitia yang sudah berkorban waktu, tenaga dan materi untuk membantu kesuksesan acara ini. Mungkin beliau merasa, kata terima kasih saja tidak cukup untuk mengungkapkan rasa bahagia hatinya.

Acara yang juga sudah membuat Nendenk, saya dan sebagian panitia menjadi kurusan, akibat dari mondar- mandir sepanjang kampus mengurus ini itu, tetek bengek urusan launching, sempat jadi jutek, marah-marah tanpa alasan, stress, depresi dan gangguan lainnya. But you know what? Semua hal itu jadi tidak masalah lagi setelah melihat para tamu yang datang tadi sore di PKP. Karena, kursi yang disediakan panitia tidak cukup. Kuota tamu yang datang melebihi apa yang diperkirakan panitia. Kami, atau hanya saya saja?, sangat gembira dan bersyukur.

Acara yang memberikan saya pengalaman menjadi sekretaris yang baik. Acara yang membuat saya tahu bahwa untuk membuat satu acara saja itu birokrasinya minta ampun susahnya. Tapi memungkinkan untuk tetap dicoba. Acara yang menjadikan saya lebih dekat dengan senior dan kanda-kanda di Kosmik. Acara yang mengajari saya kerja sebagai satu tim. Acara yang merupakan pengalaman seumur hidup, yang membuat saya bangga masuk dan menjadi bagian dari Komunikasi Unhas. Lagi-lagi saya bersyukur.

Terlalu banyak hal untuk disyukuri.
Terima kasih kepada Kak Debra, yang pada sore itu meminta saya menjadi panitia Launching Buku, yang ternyata panitia artinya sekretaris..., well that means she trusted me, didn't she?
Terima kasih karena berawal dari sore itu saja, saya dapat banyak pengalaman dan pertemuan baru...

-sunshine only-

Son of RamboW


Son of Rambow

"The funniest British Film since Hot Fuzz"
-The Sun-

Layaknya mendapat pencerahan, film ini saya tonton ketika musim-musimnya teman-teman di Komunikasi produksi film, menyambut ultah KIFO katanya. Kenapa saya katakan demikian, karena film ini setting nya itu tentang pembuatan film.
Will Proudfoot adalah anak yang dididik keras oleh ibunya yang merupakan anggota dari Perkumpulan Agama. Yang dia lakukan hanya yang baik-baik saja, bahkan dia jarang menonton film atau TV dan mendengarkan musik. Setiap kali di kelas ada pemutaran film dokumenter, dia dipersilahkan keluar kelas, semua karena hal itu merupakan larangan Perkumpulan Agama tersebut. Saat keluar kelas pada suatu siang dia bertemu dengan Lee Carter, seorang anak badung, nakal dan dibenci oleh semua orang di sekolah karena kenakalannya. Dia sering dihukum dan kena skorsing. Anehnya, kedua orang ini malah menjalin persahabatan yang erat dan terlibat dalam pembuatan film yang berjudul Son of Rambow.

Selain melihat bagaimana take scene per scene film buatan mereka yang kocak, kita juga bisa memahami karakter masing-masing karakter pemain pada akhirnya. Film ini kalau saya bisa katakan, memang lucu, tapi lucu ala Barat sana. Yang paling kena itu malah tentang persahabatan Will dan Lee. Akting keduanya pun bisa dinilai bagus. Garth Jennings selaku sutradara film ini mampu menghadirkan pemandangan di Inggris yang indah dan hijau dengan banyaknya pemandangan rumput dan sawah pada filmnya.

Best Scene:
Saat kecelakaan. Will yang nyaris tenggelam dalam aspal hitam berusaha meminta tolong pada Didien tetapi tidak didengarkan. Tiba-tiba Lee datang menyelamatkannya, padahal sebelum itu mereka bertengkar hebat gara-gara Will mengejek kakak Lee. Yang masuk rumah sakit malah Lee yang tertindih reruntuhan bangunan saat sudah menolong sahabatnya itu. Setelah kembali dari rumah sakit, film Son of Rambow ternyata ditayangkan di bioskop sebelum penayangan film utama, dan Lee menontonnya. Semua penonton dalam studio menangis haru dan terpingkal-pingkal dibuatnya. Aplaus buat Son of Rambow!!

The Visitor


Hanya perlu satu orang yang bisa mengubah keseluruhan jalan hidupmu. Itu mungkin yang ingin diangkat dari film ini. The Visitor, film karya Thomas Mc Carthy, sutradara sekaligus penulis film ini, menceritakan tentang kehidupan seorang duda bernama Walter Vale, yang ditinggal mati istrinya. Selama dua puluh tahun dia hidup sendiri dan melakukan apa yang dipikirnya tak berguna. Mengajar dan menulis buku hanya untuk mengisi kesibukannya. Saat temannya meminta dia menghadiri konferensi di Manhattan, dia terkejut menemukan sepasang kekasih menempati apartementnya. Warga Syrian bernama Tarek dan kekasihnya Zainab yang berasal dari Senegal. Saat mereka berdua memutuskan untuk mengalah keluar, Walter yang merasa sendiri, tidak cukup merasa baik untuk membiarkan mereka terkatung-terkatung di jalanan New York Akhirnya mereka bertiga berbagi apartemen yang artinya, berbagi cerita dan share problem dalam hidup layaknya keluarga. Otomatically, Walter's life is changed.

Film ini mendapat beberapa penghargaan, diantaranya Winner of Brisbane International Film Festival Interfaith Award, Moscow International Film Festival Best Actor dan Method Fest Best Actor, Best Director dan Best Supporting Actress. Saya juga mengacungkan jempol pada ide cerita film ini yang tidak biasa. Mengangkat isu betapa sulitnya mendapat suaka dan hak tinggal di Amerika bagi warga Muslim. Menyinggung tentang keamanan Amerika yang diperketat sejak 9/11 namun sepertinya hanya untuk warga Muslim saja. Betapa kerasnya polisi disana dan bangunan penjara yang dibuat layaknya gedung biasa di tengah kota di New York.

Akting para pemain terutama Richard Jenkins, yang baru pertama kali saya tonton filmnya ini, sangat bagus. Dia berhasil mengukuhkan perannya sebagai seorang yang butuh 'orang lain' dalam hidupnya, betapa merasa sia-sia hidupnya dan betapa inginnya dia melakukan hal yang berguna kepada orang lain. Disamping itu dalam film ini juga diperkenalkan alat musik pukul seperti gendang bernama Djambe, memperkenalkan pada kita musik khas Afrika.